Selasa, 27 Januari 2009

Pendakian Gunung 8.000 Meter Tanpa Tabung Oksigen

. Selasa, 27 Januari 2009
0 komentar

Reinhold Messner adalah Fenomena


Doug Scott/National Geographic

Memuncaki Everest tanpa doping oksigen adalah prestasi lain. Hanya ada segelintir orang yang sanggup melakoni petualangan berisiko tinggi itu. Tipisnya kadar oksigen menyebabkan para pendaki terpaksa mengandalkan bantuan tabung oksigen untuk menggapai puncak. Mereka khawatir dengan gangguan kesehatan yang muncul bila nekat tak memakai tambahan oksigen.

Salah satu kunci kesuksesan Sir Edmund Hillary meraih titik tertinggi dunia: 8.848 meter (29,035 feet) bersama Tenzing Norgay adalah bantuan tabung oksigen. Sejak awal, tim ekspedisi ini tak mengharamkan pemakaian bantuan doping itu. Sebab pada ekspedisi yang digelar pada 13 April – 3 Juni 1953 memang bertujuan untuk mengantar orang pertama yang memuncaki Everest. Sebelumnya, beragam ekspedisi sudah digelar namun selalu berujung dengan kegagalan.
Pendakian gunung tinggi dunia – terutama di atas 8.000 meter – tanpa bantuan tabung oksigen sempat menjadi kontroversi. Usaha pertama mencapai puncak Everest tanpa doping tabung oksigen sudah dimulai George Mallory. Pendaki Inggris ini menolak memakai tabung oksigen saat melakoni ekpedisi kedua tim Inggris pada April – Juni 1922. Ekspedisi ini gagal mengantarkan para pendaki meraih puncak. Tanpa oksigen, Mallory sanggup mencapai ketinggian 27.000 feet sedang rekannya yang memakai tabung oksigen hanya meraih 300 feet di atas Mallory.
Mallory merasa aneh saat mendaki Everest dengan bantuan tabung oksigen – meski dengan doping itu ia mendapat sejumlah keuntungan. Kadar oksigen yang tipis dapat mengganggu kinerja otak sampai menimbulkan halusinasi. Sayang, Mallory tak berumur panjang. Pada ekspedisi tim Inggris ke Everest yang ketiga kalinya, Mallory ditemukan tewas bersama Andrew Irvine. Jenazah kedua pendaki itu ditemukan di dekat puncak pada 8 Juni 1924.

Pendakian Kilat
Era tujuh puluhan, wacana pendakian gunung tinggi tanpa oksigen kembali mengemuka. Beberapa pendaki menyatakan pendakian dapat dibilang sukses bila titik tertinggi itu diraih tanpa bantuan oksigen. Gaya pendakian tanpa oksigen dilontarkan dua pendaki anyar – pada saat itu: Reinhold Messner dan Peter Habeler.
Mereka begitu bersemangat membuktikan, jiwa olahraga dunia pendakian akan lebih terasa bila dijalani tanpa harus mengandalkan tabung oksigen yang digendong di punggung.
Tahun 1974, Messner dan Habeler memanjat dinding utara (North Face) Eiger, Prancis hanya dalam waktu 10 jam. Keduanya berpendapat, kecepatan pendakian berbanding lurus dengan keselamatan diri. Pendakian kilat itu dapat mengurangi ancaman longsor salju (avalanche) dan kemungkinan ditimpa cuaca buruk. Walhasil, perlengkapan pendakian dihitung dengan amat cermat, sebagai usaha mengurangi beban.
Sukses pemanjatan Eiger makin menambah semangat mereka. Messner dan Habeler terus memacu program latihan yang bertujuan akhir: mengantarkan dua manusia tanpa oksigen dalam pendakian gunung 8.000 meter pada 1975. Latihan yang begitu berat ternyata tak sia-sia.
Pasangan pendaki legendaris itu memilih Gasherbum I/Hidden Peak (8.068 meter/ 26.470 feet) di Pakistan. Dalam rangkaian 14 gunung tinggi dunia, gunung ini berada di urutan ke sebelas – berdasarkan tinggi puncaknya. Pemuncak pertama adalah Andrew Kaufman dan P. Schoening pada 1958.
Dengan hanya membawa 12 porter untuk mencapai kemah induk (base camp), Messner dan Habeler sukses menggapai puncak tanpa bantuan oksigen. Hebatnya lagi, mereka pun sukses membuka jalur baru: rute barat laut (northwest route). Dan ingat, rute baru ini bukan cuma untuk jalan naik tetapi juga sekaligus jalur turun.

Sejarah Baru
Usai pendakian itu, duet handal itu seperti tak sabar menyiapkan petualangan berikutnya. Tekad pun sudah terkepal di tangan: puncak Everest harus dapat ditembus tanpa bantuan oksigen.
Sejarah itu terjadi pada Mei 1978. Messner dan Habeler mendaki puncak lewat South Col. Mereka mendaki tanpa membawa tenda dan tentu saja, tanpa tabung oksigen. Tantangan alam yang amat berat, mampu dilewati. Selain latihan yang serius, keduanya punya ikatan yang kuat sebagai tim pendaki. Tanpa berbicara, mereka terus mendaki menuju puncak. Kadang-kadang, mereka saling berpandangan, melihat badan dan pikiran masing-masing.
Sebelumnya, Habeler sempat khawatir dengan serangan oksigen tipis di ketinggian yang dapat berakibat kerusakan otak dan kehilangan memori. Namun, dia dan Messner akhirnya mampu mencapai puncak. Habeler mengaku sangat letih secara fisik, namun hasrat memuncak yang begitu tinggi mampu mengalahkan segala. Karena takut terkena kerusakan otak, Habeler turun ke South Col hanya dalam waktu satu jam saja. Ia meluncur dengan kapak esnya.
Kisah petualangan pria kelahiran desa Villnos, Italia Selatan 17 September 1944 tak berhenti sampai di situ. Pada tahun yang sama, Messner meraih puncak Nanga Parbat (8.125 meter/26.660 feet) tanpa bekal tabung oksigen. Bagi para pelaku pendakian gunung, prestasi itu seolah tenggelam. Mereka justru penasaran dengan pendakian solo Messner dalam usaha mencapai puncak gunung yang ada di wilayah Pakistan itu. Ia mencapai puncak nomor sembilan hanya dalam waktu 12 hari.
Merasa dicuekin, dua tahun kemudian Messner kembali menciptakan sensasi. Pada 18-21 Agustus 1980, Messner sukses membuat rekor di Everest: mendaki solo dan tanpa tabung oksigen. Ia mulai mendaki sendiri dari advanced base camp di sisi utara.
Pada hari ketiga – dengan diliputi keletihan, Messner mampu berdiri di titik 8.848 meter itu. Meraih puncak seorang diri, Messner pun terduduk dan menangis. Hanya itu yang dapat dilakukannya. Saat tiba di kemah, Messner berucap terbata-bata, ”Saya tak dapat mengulanginya lagi. Saya telah mencapai batas kemampuan saya. Dan saya merasa bahagia.”
Rekor Messner tak berhenti sampai di situ. Pada 17 Oktober 1986, bersama Hans Kamerlander, Messner menerima suguhan secangkir kopi panas di kemah induk Lhotse (8.516 meter). Inilah sambutan yang diberikan kawan-kawan pendaki seusai menjejak puncak nomor empat dunia itu. Sekaligus menobatkan Messner sebagai orang pertama di muka bumi yang sanggup berdiri di 14 puncak dunia.
Usaha mencapai 14 puncak itu dilakoni Messner selama 16 tahun (1970 – 1986). Ketika menyelesaikan Lhotse usianya sudah mencapai 42 tahun. Dan ia terus memproduksi rekor-rekor baru dalam petualangan. Pada perayaan 50 tahun Everest diraih Hillary dan Norgay, Messner sempat hadir bersama sang istri. Reinhold Messner memang fenomena dalam kisah petualangan dunia.
(berbagai sumber/bay)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pendakian Solo 17 Gunung Jawa

.
0 komentar


JAKARTA – Dana pas-pasan ternyata tak cukup menyurutkan langkah Budiyanto (30) untuk melakukan pendakian solo 17 gunung populer di tanah Jawa. Pendakian yang diawali 6 Mei lalu mengambil start dari Desa Bremi, kaki Gunung Argopuro (3.088 m dpl), Jawa Timur dan berakhir pada Senin (30/6), sehabis menggapai puncak Gunung Gede, Jawa Barat.
”Sebetulnya persiapan saya lebih banyak terfokus kepada pencarian dana. Dari tujuh perusahaan yang disodori proposal, semuanya nolak, Mas,” sebut Budiyanto yang akrab disapa Iwan Avtech ini. Maklum, dalam ekspedisi ini Iwan tak membentuk tim pendukung yang bisa menyokong si atlet. Semuanya, dikerjakan sendiri. Dari masalah pembuatan proposal, perizinan sampai lobi-lobi kepada pihak penyandang dana. Tentu, segala sesuatu yang dikerjakan sendiri membuat jatah persiapan fisik menjadi kedodoran.
Untungnya, kepala Kelurahan Sunter Agung mau membantu meringankan beban pemuda yang bercita-cita melakukan perjalanan ke Sumatera itu. Untuk perlengkapan, ”Saya mendapatkan ransel berikut cover-nya, matras, sleeping bag, fly sheet, dua celana lapangan, dan kaos dari Avtech,” sebut Iwan ketika dihubungi SH, kemarin (1/7).
Minimnya persiapan fisik memang sempat membuat mental Iwan agak jatuh. Ini terjadi ketika dihantam hujan berkepanjangan di Gunung Argopuro. Saking down-nya, lelaki yang sudah menikah lima tahun ini butuh waktu delapan hari untuk menuntaskan gunung yang sarat peninggalan arkeologi ini. ”Saya naik dari desa Bremi lalu turunnya lewat Baderan.”
Setelah Argopuro, berikutnya Iwan menuju gunung populer di Jawa Timur, seperti Penanggungan, Arjuno, Welirang, Wilis, Kawi, Semeru dan Lawu. Untuk wilayah Jawa Tengah, dari Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing sampai Slamet berhasil disinggahi. Lalu dilanjutkan dengan mendaki puncak-puncak favorit Jawa Barat, macam Ciremai, Cikuray, Pangrango dan Gede.
Soal perbekalan, Iwan mengaku tak pernah membawa panganan khusus. ”Buat makan di gunung, paling saya bawa beras, roti tawar, susu kental manis, telor puyuh, kadang-kadang sayuran, terus ada mie instan dan ikan asin. Buat cemilannya, saya beli kacang-kacangan dan jagung.”
Meski pendakian solo gunung Jawa kerap kali dilakukan para petualang negeri ini, tapi untuk menuntaskannya bukan perkara mudah. Tetap saja dibutuhkan persiapan dan perencanaan yang matang. Bila tidak, siap-siap saja menelan kekecewaan sesudahnya. Dari situ, tinggal semangat dan motivasi yang harus terus dijaga.
”Kalau saya, melihat kegiatan naik gunung ini harus terus didukung. Olahraga ini memang kurang diminati para produsen alat-alat outdoor, tapi Avtech justru ingin mengawali lagi naik gunung jadi tren di kalangan anak-anak muda,” papar Yudi Kurniawan dari Avtech, produsen perlengkapan alam bebas yang mendukung penuh pendakian solo ini.
Yudi kembali mengingatkan, naik gunung memang aktivitas yang bisa mengundang bahaya tetapi bila didukung dengan perlengkapan yang memadai dan skill yang oke, pendakian akan berlangsung aman. ”Buktinya, Iwan bisa melakukan pendakian solo 17 gunung Jawa selama lebih kurang empat minggu. Prestasi ini hanya bisa dicapai dengan dukungan alat dan skill yang memadai.” Tapi, dana juga jangan sampai kedodoran kan Mas?(bay)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pelestarian Satwa Elang Jawa

.
0 komentar

indosiar.com, Subang - Perambahan hutan dan pengalihan fungsi lahan menyebabkan sejumlah spesies satwa dilindungi terancam punah. Salah satunya burung elang Jawa. Sayangnya usaha pelestarian untuk mengembalikan satwa ini ke alam bebas masih terkendala minimnya pendanaan.

Keprihatinan akan semakin punahnya burung elang jawa semakin dirasakan terutama oleh para pecinta alam dan aktivis lingkungan. Berbagai usaha untuk mengembalikan satwa langka ke habitat asalnya pun terus dilakukan.

Para aktivis lingkungan di Panarupan Raptor Center yang berada dikawasan kaki Gunung Tangkuban Perahu Desa Cicadas, Kecamatan Sagala Herang, Kabupaten Subang, Jawa Barat melepas sejumlah elang ke alam bebas. Pelepasan dilakukan setelah melalui pemeriksaan kesehatan dan melatih sifat alaminya selama berbulan-bulan.

Burung yang dikarantina ini biasanya hasil penyitaan dari pedagang satwa ilegal oleh pihak berwajib maupun diserahkan oleh warga atas kesadaran sendiri.

Dadang Ramdan, Koordinator Panaruban Raptor Center menyatakan, tahun lalu seekor elang jawa telah dilepas ke habitatnya. Saat ini sedikitnya 9 ekor elang dari jenis brontok dan elang ular masih dikarantina untuk dilatih sifat alaminya agar bisa kembali ke alam.

Berdasarkan survei terakhir populasi elang jawa dikawasan Panaruban yang berada di kaki gunung Tangkuban Perahu tinggal 3 pasang. Upaya pelestarian satwa yang terancam punah ini masih terkendala minimnya dana. (Tim Liputan/Sup)

Klik disini untuk melanjutkan »»

Pelestarian hutan

.
0 komentar

ngomong2 tentang hutan...ya,sekarang hutah2 yang ada di Indonesia khususnya sudah banyak yg gundul,terutama di daerah kalimantan.Saya menghimbau kepada aparat khususnya POLHUT agar lebih memperhatikan dalam pembalakan liar.Karena dengan adanya pembalakan liar tersebut hutan menjadi gundul,padahal hutan sangat banyak sekali manfaatnya.Untuk itu dalam diskusi kali ini saya akan membahas bagaimana melestarikan hutan.saya berpendapat di kota Semarang ini diadakan penghijauan secara masal dan semua warga kota Semarang ikut andil didalamnya,khususnya di daerah Boja.DISHUT-JATENG yg memimpin dalam penghijauan masal ini,dan juga mengundang aktifis2 pecinta alam.......

Klik disini untuk melanjutkan »»

Konservasi Alam

.
0 komentar

Saat ini keberadaan klub Pecinta alam tumbuh subur di bumi pertiwi ini, seperti jamur dimusim hujan. Dengan kondisi alam yang begitu mendukung kegiatan tersebut. Sebuah usaha positif dalam menyalurkan kegiatan tersebut. Namun terbersit ke khawatiran dengan banyaknya klub/kelompok pecinta alam tersebut. Apalagi bila ke hadiran klub-klub ini tidak diiringi misi dan visi yang jelas dalam organisasinya. Lihat saja gunung-gunung di Indonesia, contohnya Gede-Pangrango. Begitu kotor dan penuh dengan sampah...!


Mereka yang menamakan dirinya pecinta alam seharusnya menjadi ujung tombak dalam pelestarian alam ini bukan justru sebaliknya.

Makna pecinta alam dewasa ini sudah jauh dari makna yang sebenarnya.

Pecinta Alam bukanlah mereka yang yang telah menggapai atap-atap dunia, bukan mereka yang berhasil melakukan expedisi yang berbahaya, bukan pula mereka yang ahli dalam mendaki. Tapi mereka adalah orang-orang yang mau menjaga kebersihan lingkungan dimana mereka berada.

Sudah banyak manusia-manusia yang telah menggapai atap-atap dunia, tapi hanya segelintir orang yang benar-benar sebagai pecinta alam.

Semoga kita termasuk segelintir orang yang peduli dengan alam.


KONSERVASI
Konservasi itu sendiri merupakan berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have), namun secara bijaksana (wise use). Ide ini dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902) yang merupakan orang Amerika pertama yang mengemukakan tentang konsep konservasi.

Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural dimana pada saat dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang. Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumberdaya alam untuk sekarang, sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumberdaya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.
Apabila merujuk pada pengertiannya, konservasi didefinisikan dalam beberapa batasan, sebagai berikut :

  1. Konservasi adalah menggunakan sumberdaya alam untuk memenuhi keperluan manusia dalam jumlah yang besar dalam waktu yang lama (American Dictionary).
  2. Konservasi adalah alokasi sumberdaya alam antar waktu (generasi) yang optimal secara sosial (Randall, 1982).
  3. Konservasi merupakan manajemen udara, air, tanah, mineral ke organisme hidup termasuk manusia sehingga dapat dicapai kualitas kehidupan manusia yang meningkat termasuk dalam kegiatan manajemen adalah survai, penelitian, administrasi, preservasi, pendidikan, pemanfaatan dan latihan (IUCN, 1968).
  4. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sehingga dapat memberikan atau memenuhi keuntungan yang besar dan dapat diperbaharui untuk generasi-generasi yang akan datang (WCS, 1980).

Klik disini untuk melanjutkan »»

Nihil, Pemasukan Hasil Pariwisata untuk TNBTS

.
0 komentar

Malang, Kompas - Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sebagai pengelola kawasan, sama sekali tidak ikut menikmati hasil pendapatan dari sektor pariwisata. Pendapatan sektor plesiran ini 40 persen dialirkan kepada pemerintah empat kabupaten, 30 persen ke Provinsi Jawa Timur (Jatim), 15 persen Departemen Kehutanan, dan 15 persen masuk kepada Bendahara Kas Negara Jakarta.

"Kami tidak menerima pemasukan dari sektor ini, padahal kami sendiri yang mencetak tiket untuk tanda retribusi bagi wisatawan," ungkap Kepala TNBTS Herry Subagiadi kepada Kompas, Jumat (28/12), di Malang.

Seharusnya, sebagai lembaga yang memiliki tugas melakukan konservasi alam, di mana kegiatan pariwisata berlangsung, TNBTS turut menikmati hasilnya. Pemerintah Kabupaten Probolinggo yang membawahi kawasan wisata Bromo, tambah Subagiadi, harusnya turut berbagi dengan TNBTS.

"Segala sarana dan prasarana, fasilitas pariwisata, kami semua yang mengadakan. Jika terjadi kerusakan kami juga yang melakukan perbaikan," kata Subagiadi. TNBTS berada di wilayah Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang.

Tugas mengelola kawasan seluas 50.276,20 hektar dengan karakteristik alam bergunung-gunung, tidaklah mudah. Sejauh ini pemerintah pusat melalui APBN serta beberapa pos lain, hanya mengucurkan anggaran Rp 2 milyar setahun untuk TNBTS.

Herry Subagiadi mengatakan, pihaknya memang belum pernah melakukan penghitungan secara rinci soal berapa besar defisit anggatan TNBTS. "Saya menduga defisitnya pasti besar sekali," ujarnya.

"Mass tourism"

Jumlah pengunjung TNBTS pada periode Januari-November 2001 sebanyak 109.944 orang. Pengunjung itu sebagian besar datang dengan tujuan berwisata, dan sebagian kecil mengadakan penelitian.

Herry Subagiadi mengatakan repotnya arah pengembangan pariwisata ke TNBTS saat ini menuju kepada mass tourism. "Jadi mereka berwisata hanya sekadar buang sampah saja. Itu yang tidak kami inginkan, karena kawasan taman nasional ini kawasan konservasi," katanya.

Oleh karena itu, pihak TN-BTS ke depan akan mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan ekowisata. "Di taman ini ada pengetahuan tentang alam, flora, dan faunanya. Jadi tidak seperti pasar malam, datang ramai-ramai, karena itu bisa merugikan lingkungan setempat," katanya. Subagiadi berharap agar Pemkab Probolinggo, Pemkab Pasuran, Pemkab Lumajang, dan Pemkab Malang, duduk bersama dengan pengelola TNBTS untuk membicarakan konsepsi pengembangan pariwisata.

Akibat mass tourism yang dikembangkan saat ini, beberapa vegetasi di Bromo mulai terdesak. Wilayah sebarannya menjadi sangat terbatas. Hal itu kerugian yang amat besar bagi ilmu pengetahuan Indonesia. (can)

Klik disini untuk melanjutkan »»
 

Translate your Word>>>

Our Organisation Logo

Our Organisation Logo
Lets make our planet better!!!

Our inspiration Organisation!!!

Our inspiration Organisation!!!
Stop kill animal!!

Free Mp3 down Load here!!!

Created By Faiz Faiz.com Gitu loh | Template by o-om.com Edited By Faiz